Jumat, 24 Desember 2010

Palungan Yang Hilang

Seorang anak muda pernah menulis sebuah naskah drama Natal berjudul "Palungan Yang Hilang". Drama itu menceritakan tentang persiapan perayaan Natal yang sangat meriah. Pernak-pernik Natal terlihat menghiasi kota, pita serta lampu warna-warni semakin menyemarakkan perayaan Natal yang akan dilangsungkan. Semua orang bersukacita, tetapi tiba-tiba keceriaan mereka berubah menjadi kepanikan. Apa gerangan yang terjadi? Ternyata palungan yang bagi mereka dianggap sebagai simbol utama kehadiran Yesus raib dari tempatnya. Panitia kalang kabut, bagaimana mungkin merayakan Natal tanpa palungan? Mulailan mereka mencari-cari palungan itu, siapa gerangan yang telah lancang mengambilnya. Semua warga pun ikut larut dalam kepanikan dan akhirnya mereka pun turun tangan membantu menemukan palungan yang hilang tersebut. Tak lama mencari, mereka menemukan palungan itu. Kali ini mereka terkejut untuk kedua kalinya. Ternyata palungan itu ditemukan dirumah seorang janda miskin, ia tidak dapat membeli peti mati untuk anaknya, sehingga ia meletakkan mayat anaknya dalam palungan.
Kejadian yang ada didepan mata mereka merombak secara total konsep mereka tentang Natal. Kekesalan karena seseorang telah mengambil palungan itu serta merta sirna dari hati mereka. Semua panitia Natal memutuskan untuk merayakan Natal dirumah sang janda, bukan dalam kemewahan dan gemerlapnya lampu-lampu serta pernak-pernik Natal, tetapi dalam ketiadaan. Mereka akhirnya mengerti bahwa Natal sesungguhnya adalah bagaimana kita memaknai kelahiran Juruselamat dengan sebuah pengorbanan.
Dewasa ini, tidak sedikit gereja yang telah kehilangan "palungan" setiap kali merayakan Natal. Palungan disini berbicara tentang kehadiran Yesus yang dampaknya dapat dirasakan oleh orang-orang disekitar kita. Palungan yang hilang itu telah digantikan oleh rangkaian upacara agamawi yang membuat puluhan, ratusan atau bahkan ribuan mata terkagum-kagum. Rangkaian acara yang hanya memamerkan kebesaran organisasi, kehebatan pribadi dan daya tarik materi yang hanya mengundang pengagungan diri dan organisasi ini telah menyingkirkan palungan itu jauh-jauh dari perayaan Natal kita. Natal yang sakral telah menjadi sumber hiburan yang mendatangkan sukacita sesaat. Perselisihan, kebencian dan permusuhan muncul hanya karena mempersoalkan susunan acara dan warna serta model seragam panitia yang akan dikenakan. Sungguh-sungguh menyedihkan.
Kali ini jangan biarkan perayaan Natal kita kehilangan makna, melainkan temukanlah kembali palungan yang hilang selama ini. Lakukan pembaruan yang akan membuat semua orang benar-benar merasakan kehadiran Yesus didalam Natal kita. Natal bukan soal kemeriahan, makanan, kemewahan dan decak kagum orang, melainkan bagaimana kehadiran Yesus mengerjakan sebuah perubahan penting didalam hati setiap orang.


KATA-KATA BIJAK:
Natal yang sesungguhnya menorehkan kesan yang mengubahkan hati dan bukan kesenangan sesaat.

__._,_.___